[1 Bulan 1 Karya] Cerpen - Jangan Takut Jatuh Cinta

08.38



Oleh Neneng Lestari
Twitter : @ntarienovrizal
IG : @ntarie90


“Hyeri, awas!” 

Teriakan peringatan itu terlambat direspon oleh gadis itu. Sebuah bola basket mendarat di kepalanya dan mementalkan bola itu hingga ke sisi lapangan. Semua orang kini memandangi gadis yang bernama Hyeri tersebut. 

Gadis yang sedang menjadi pusat perhatian semua orang itu kini hanya berdiri tegak bagaikan patung dengan wajah yang sumringah. Kini bisik-bisik khawatir mulai berdengung di sekeliling Hyeri. Mereka mulai beprasangka bahwa otak Hyeri berguncang hebat akibat lemparan basket dari kapten basket ternama di sekolah itu, Lee Taekwon.

Minah, gadis yang memperingatinya tadi, mengusir kerumunan itu dan menarik Hyeri dari pandangan mata itu. Minah kesal. Karena ia tidak melihat pandangan mata yang khawatir kepada sahabatnya, malah pandangan mata yang terkesan ingin tahu apakah Hyeri mendadak gila atau memang dia sengaja mencari perhatian. 

Ia membawa Hyeri ke bawah pohon rindang di halaman sekolah. Hyeri duduk dengan patuh di bawah kerindangan pohon tersebut. Matanya beberapa kali dikerjapkan.

“Kau tidak apa-apa?” 

Hyeri mengangguk pelan. Tatapan matanya masih kosong memandang ke arah lapangan dimana para pemain basket itu mulai berebut bola, saling oper dan memasukannya dalam keranjang basket. Minah berdecak kesal. 

“Minah...” panggil Hyeri pelan. Pelan sekali hingga Minah harus memastikan bahwa suara itu bukan suara makhluk halus yang memanggilnya. 

“Aku jatuh cinta.” Ucapnya Hyeri. Kali ini ia tersipu malu dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. 

“Aku tahu. Aku tahu. Seharusnya kau ku bawa ke ruang kesehatan. Kau mulai terdengar kacau.” Minah siap menarik Hyeri untuk berdiri. Tapi Hyeri menyentakan tangannya dan memaksa Minah duduk di sebelahnya. 

“Aku tidak apa-apa. Aku hanya sedang jatuh cinta.”

Minah mengerutkan dahinya. Temannya yang satu ini sudah sering merasakan jatuh cinta. Bahkan baru beberapa jam yang lalu ia menyatakan jatuh cinta pada tetangga Minah yang baru pindah dari Jepang. Dan sekarang ia jatuh cinta?

Tapi Minah penasaran, siapa laki-laki yang kali ini mendapatkan perhatian dari seorang Hyeri. 

“Kau jatuh cinta kepada siapa?” 

Hyeri tersipu malu lagi. dengan geram Minah menyingkirkan kedua telapak tangan Hyeri dari wajahnya dan menanyakan pertanyaan yang sama. 

“Aku jatuh cinta pada orang yang telah melemparku dengan bola.” 

Hah? Minah terperangah. 

Benar-benar keputusan yang salah membiarkan Hyeri tetap berada di bawah pohon ini. 

Hyeri jatuh cinta pada Lee Taekwon? Kapten sekaligus atlet sekolah ini. Bukan hanya itu, ia sudah memiliki pacar yang sangat sempurna. Mereka pasangan perfect dan saling melengkapi. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka walaupun hanya sekejap. Seakan Tuhan sudah menjodohkan mereka harus bersama bahkan sebelum mereka sampai ke dunia. 

Dan Hyeri jatuh cinta kepada Lee Taekwon? 

Gadis norak dengan kebiasaan yang super norak. Itulah Hyeri. 

***

Wajah Hyeri berseri-seri sekali. ia duduk di kursi miliknya sambil mengoyang-goyangkan kakinya ke depan dan kebelakang. sekali-kali pena yang ia gunakan untuk menulis ia ketuk-ketuk ringan di bibirnya. 

“Sedang apa kau?” 

“Menulis surat cinta.” Ucap Hyeri sumringah. 

Minah tidak terlalu peduli awalnya. Karena Hyeri sering menulis surat cinta untuk orang yang ia sukai dan membiarkan surat itu menumpuk menghiasi dasar lemari pakaiannya. 

“Baguslah kalau begitu. Setidaknya kau sudah melupakan kisah cintamu yang kemarin.” Minah menyindir. 

Hyeri merapatkan barisan alisnya menjadi satu, “Kau salah. Aku menulis surat ini untuk Taekwon dan berencana akan memberikannya.” 

Gubrak!

Suara pantat Minah yang disambut oleh kerasnya lantai keramik sekolah membuat seisi kelas tertawa melihatnya. 

“Kau bercanda?” Minah belum bisa mengatasi rasa kagetnya. 

“Tidak. Aku serius.” 

“Tidak. Kau tidak boleh serius. Kau bisa dihancurkan fans club Taekwon dan kekasihnya.” 

“Aku tidak peduli.” 

“Kau harus peduli.” 

Hyeri tidak menyahut. Ia sedang asik mengelem bagian tutup amplop hingga tertutup sempurna. 

Lalu dari dalam tas kecil yang selalu ia gunakan untuk membawa bekal, ia mengeluarkan sebuah buku harian bewarna biru muda dengan gambar bola basket di sampulnya. Buku harian yang rahasianya tidak ada satupun yang tidak Minah ketahui. 

Hyeri membuka lembar demi lembar harian itu, dan berhenti di salah satu halaman yang kosong. ia mengeluarkan bungkus permen karet dari dalam kantong baju seragam sekolahnya. 

Tindakan itu menarik perhatian Minah lebih jauh. Ia menjulurkan kepalanya dan melihat tangan telaten Hyeri menempelkan double-tip di belakang bungkus permen itu dan menempelkannya di halaman harian yang kosong itu. Di bawah bungkus permen itu Hyeri menuliskan kalimat pendek yang menjelaskan kegilaan Hyeri yang tidak wajar. 

28/01/2015 

Bungkusan permen karet yang dimakan oleh Lee Taekwon di lapangan bola basket saat latihan. 

Minah menepuk jidatnya dengan keras. 

Hyeri mulai lagi dengan kebiasannya. Kebiasaan mengumpulkan benda-benda yang berhubungan dengan orang yang ia sukai. 

***

Beberapa hari belakangan ini Hyeri terlihat bahagia, wajahnya bersinar dan senyumnya memancarkan kehangatan bagi Minah. Bagaimana tidak, sahabat kecilnya itu selalu berhasil membuat perasaan Minah tidak menentu dengan sifat tidak terduga Hyeri. 

Tapi Minah tidak terlalu suka alasan kenapa wajah Hyeri berseri-seri seperti itu. Karena itu wajah yang menandakan ia sedang jatuh cinta. 

“Ke kantin yuk.” Ajak Hyeri. Minah tanpa ragu menyanggupi, karena ia sudah menahan lapar dari tadi. 

Sesampainya di kantin, Minah mengajak untuk bergabung dengan Sujin dan Hyo di sebelah sana. Tapi Hyeri menolak dan mengajak ke arah yang sebaliknya, yang di patuhi oleh Minah. 

“Kau pesankan makanannya, samakan saja dengan punyamu.” Pesan Hyeri. Minah pun berlalu begitu saja. 

Sekembalinya ia ke tempat duduk, betapa kagetnya ia melihat tumpukan sachet saos kosong di meja mereka. 

“Jorok sekali. Buang sana.” Tangan Minah sudah bergerak untuk mengutip sachet kosong tersebut. 

“eh jangan. Sembarangan saja. Ini beharga tau.” 

“Beharga bagaimana? Kau bisa menemukan sachet kosong ini di tempat sampah rumahku. Banyak sekali disana, kau bisa mengutipnya kalau kau mau.” Minah mendadak sinis. 

Hyeri diam saja. ia sibuk merapikan sachet saos kosong itu dengan jemarinya. Ia membersihkan sacher tersebut hingga bersih mengkilat. 

Minah memandang jengah kepadanya. Lalu ia mengalihkan matanya ke arah depan dimana ada seorang laki-laki duduk membelakangi mereka. Minah tidak bisa tidak mengalihkan matanya, ia memandangi sosok tersebut dan akhirnya ia mengetahui sosok tersebut saat berpaling kepada tong sampah yang berada di dekatnya. Ia memperhatikan tumpukan sachet saos kosong di bawah kakinya. 

Mulut Minah tidak bisa berhenti menganga saat ia menyusun fakta di depannya. 

Hyeri telah mengumpulkan sachet kosong bekas milik Taekwon dan siap-siap sachet saos kosong itu akan mengisi buku hariannya. 

Eiyyuh, menjijikan, pikir Minah

***

Hyeri berbohong kepada Minah. Ia tidak tahan harus selalu melihat wajah kusut Minah saat menjalankan aksinya sebagai penggemar Taekwon. Ia tidak bisa menjelaskan bahwa rasa sukanya pada Taekwon adalah murni perasaan seorang gadis kepada seorang pria. 

Cinta yang begitu sederhana, tidak perlu sebuah balasan tapi cukup kekaguman yang akan membawa kebahagian. Itulah arti cinta bagi Hyeri. Meski terkadang ia sedikit berbeda dengan gadis pada umumnya, tapi ia tetap memiliki jiwa yang sama seperti gadis manapun di muka bumi ini. 

Kali ini Hyeri sudah siap dengan raket di tangan. Ia mengikuti Taekwon yang akan bermain bola tenis dengan kekasihnya. Rutinitas mingguan anak-anak kaya di sekolahnya. Karena ia bukan termasuk anak-anak kaya, dan tujuan awalnya memang bukan bermain bola tenis, maka ia duduk di bangku kayu di tepi lapangan 

Ia menunggu. 

Menunggu saat yang tepat untuk mengoleksi salah satu milik Taekwon. Lebih tepat bekas Taekwo. 

Dan saat itu pun muncul. 

Taekwon selesai di ronde kedua. Jelas permainan tenis bukanlah keahliannya karena ia sangat basah oleh keringat dan... euhm seksi. 

“Kau Hyeri kan?” suara desah lelah Taekwon begitu mendominasi saat ini. Hyeri hanya mengangguk. Merasa tersipu karena Taekwon tahu namanya. 

“Maaf yang kemarin.”

“Tidak apa. Aku juga salah melamun di sisi lapangan saat kalian para cowok berebut bola oranye aneh itu.” 

Taekwon tertawa terbahak-bahak, “Bola oranye aneh? Itu adalah sebutan baru untuk olahraga yang aku senangi.” 

“Aku harap kau tidak tersinggung.” 

“Mana mungkin aku tersinggung. Itu lelucon pertama yang aku dengar hari ini. sungguh lega rasanya bisa tertawa seperti ini.” Taekwon merain minuman dari dalam tas olahraga miliknya. Tempat minum itu berbentuk tabung transparan. Hyeri bisa melihat bongkahan es batu kecil mengapung di permukaannya. 

“Kau mau minum?”

“Bolehkah?” Tanya Hyeri, padahal ini memang kesempatan yang ingin ia ambil. 

Taekwon mengangguk. Menyerahkan minuman itu dan disambut dengan baik oleh gadis tersebut. Hyeri memperhatikan sedotan yang baru saja di pakai oleh Taekwon, masih bertengger di dalam botol tersebut. 

“Ini..” Hyeri menyerahkan botol minuman itu. 

“kau tidak ingin bermain?”

“Tidak. Tiba-tiba aku mendapat telepon dari ibuku. Aku harus pulang.”

“Oh sayang sekali. lain kali kau harus sempat bermain satu ronde bersamaku.”

“Pasti. Aku harus pergi. Sampai jumpa di sekolah.”

“Sampai jumpa Hyeri.” 

Sepeninggalkan Hyeri, Taekwon meraih botol minum dan meraba sesuatu di mulut botol. 

“Lho kemana sedotannya?” 

***

Makin hari rasa kagum Hyeri kepada Taekwon makin besar. Ia pria yang baik dan ternyata ramah sekali. semenjak pertemuan di lapangan tenis, ia selalu menyapa Hyeri bila berpapasan. Ia tidak canggung meski ada kekasihnya di sebelahnya. Dan Hyeri rasa pun kekasihnya tidak perlu khawatir, karena jelas Hyeri bukan saingan gadis itu.

Minah yang melihat wajah Hyeri yang selalu saja berseri, menjadi khawatir. Ia khawatir seandainya rasa cinta Hyeri itu membuatnya sakit hati dan terluka. Walaupun sampai saat ini, Hyeri tidak menunjukan gejala bahwa ia ingin menjadi kekasih, yang ia inginkan adalah merasakan cinta seorang gadis dalam dirinya. 

Betapa polosnya pikiran Hyeri. 

“Kau sedang apa?” 

“Menulis surat cinta.”

Kening Minah berkerut, ia benar-benar khawatir saat ini. 

“Surat untuk siapa?”

“Taekwon.” 

“Siapa?” Minah mengulang. 

“Aih Minah, kau tuli ya. Taekwon. Cowok yang selalu memenuhi pikiranku selama ini.”

“Tapi... tapi bukankah kau bilang kau tidak mengharapkan balasan cinta darinya.”

“Memang.” 

“Lalu surat ini?” 

“ckckck.. “ Hyeri menggeleng kepalanya tidak habis pikir, “Minah, memendam cinta itu memang bagus, tapi ada kalanya kau harus mengeluarkannya dan membiarkan orang tersebut tahu.”

“Lalu kalau dia tahu, apa gunanya bagimu?” 

“Dengan begitu dia tahu, bahwa ada seseorang disekitarnya yang mempedulikannya tanpa mengharapkan balasan dari kepedulian itu.” 

“kau sungguh naif.” 

“Itu menurutmu.” Hyeri menjilati bagian amplop dan menutupnya. “Sekarang tugasmu─” 

“Tugasku? Apa maksudmu tugasku?”

“Makanya dengarkan aku dulu. Tugasmu adalah menemani aku menyerahkan surat ini kepada Taekwon hari ini.”

“Aku tidak mau.”

“Kau harus mau.”

“Kalau tidak mau, kau mau apa?”

“Berarti segitu aja arti pertemanan bagimu.” 

Hyeri meletakan amplop itu di dalam hariannya yang sudah penuh dengan barang bekas milik Taekwon. Terakhir Minah lihat harian itu hanya berisi bungkus permen dan sachet saos kosong. Sekarang harian itu di penuhi oleh berbagai macam benda aneh. Mulai dari tali sepatu yang putus, sampai potongan tiket menoton film. 

“Kau mengumpulkan itu seorang diri?”

“Iya. Memangnya kalau aku mengajak dirimu, kau akan ikut?” 

Minah terdiam. 

“Setelah kau menyerahkan surat ini, apa yang akan kau lakukan?” 

“Aku akan hidup tenang dengan diam-diam mencintainya seperti selama ini.” 

Minah kembali terdiam. Melihat raut wajah Hyeri yang begitu polos dan senyum yang selalu menghiasi bibir kecilnya. 

“Baiklah.” 

“Baiklah apa?” 

“Aku akan menemanimu.” 

Hyeri tersenyum bahagia. Tidak sungkan ia memeluk Minah dengan kencang di dalam kelas. 

“Jangan senang dulu. Aku hanya ingin kau memiliki tempat sandaran ketika kau jatuh.”

“Tenang saja, Hyeri tidak akan mudah jatuh semudah itu.” 

***

“Aduh, kenapa kau pula yang deg deg kan?” Hyeri mengomel kepada Minah. Ia merasakan tangan Minah sedingin es. 

Mereka bersembunyi di belakang tembok, ke arah kelas Taekwon yang masih ada beberapa siswa dan siswi.

“Lebih cepat kau serahkan, lebih baik.”

“Tunggu, ia sedang bicara dengan seseorang di depan pintu.”

“Siapa?” 

“Aku tidak tahu. Pandanganku terhalang oleh pintu kelas yang terbuka.” 

“ah, ia sudah sendiri.” Pekik Hyeri.

Minah mendorong punggung Hyeri. Sambil memberikan semangat kepada Hyeri dari belakang. 

Hyeri menarik nafas panjang, Minah memperhatikan betapa kakunya tubuh Hyeri dari belakang. Hyeri merasakan ketegangan yang sama dengan dirinya,mungkin lebih tegang Hyeri daripada dirinya, karena Hyeri-lah yang harus menyerahkan sendiri surat itu. 

Minah mengintip lebih dekat. Ia melihat Hyeri sudah hampir beberapa langkah dari Taekwon ketika pria itu mencium kekasihnya tepat di depan kelas. Minah mengumpat dalam hati, saat melihat ciuman itu. 

Dasar tidak tahu malu! Mentang-mentang jam sekolah sudah berakhir, seenaknya saja mereka bermesraan di tempat seperti ini. 

Adegan ciuman itu mendapat siulan ringan dari seorang laki-laki yang muncul dari kelas Taekwon. Minah tidak mengenalnya. Tapi berkat siulan itu, ciuman mereka berhenti. 

Minah kini khawatir bagaimana keadaan Hyeri yang melihat adegan tersebut. Ia berdiri tegak tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Saat Taekwon mengangkat tangannya untuk menyapa Hyeri, gadis itu berbalik dan berlari sekencang mungkin. 

Minah melihat tubuh Hyeri berguncang hebat. 

Sial!! Seharusnya aku tidak membiarkan ini terjadi. 

***

Keesokan harinya, Minah menunggu dengan gelisah kedatangan Hyeri. Akhirnya kepala gadis itu terlihat dari jendela. Minah buru-buru menghampiri Hyeri. 

“kau tidak apa-apa?”

Hyeri menggeleng, kepalanya masih tertunduk. 

“Aku tahu kau kecewa. Seharusnya aku lebih keras memperingatimu.” 

Hyeri diam saja. Ia memeluk tasnya dan mengeluarkan harian yang selalu menjadi saksi cinta diam-diam Hyeri kepada Taekwon. 

“Bicaralah Hyeri. Jangan membuat aku khawatir.” 

Hyeri mengangkat kepalanya, dan aneh sekali. 

Wajah Hyeri begitu sumringah seperti pertama kali ia jatuh cinta kepada Taekwon. 

“kau tidak sedih?”

“Tidak”

“Terus kenapa kemarin kau lari?”

Wajah Hyeri memerah, “Itu karena aku malu.” 

Minah makin tidak mengerti. “Maksudmu ciuman Taekwon membuatmu malu?”

Hyeri meggeleng. 

“Lalu?” Minah kesal tapi sekaligus penasaran. 

“Aku jatuh cinta.” 

“Aku tidak mengerti. Aku tahu kau jatuh cinta kepada Taekwon.”

“Bukan. Bukan. Aku tidak lagi mencintainya.”

“Lalu?”

“Lihatkah kau laki-laki yang menggoda Taekwon saat ia sedang berciuman?” 

Minah mengangguk. 

“Aku jatuh cinta kepadanya.” Hyeri bersorak kegirangan. 

Seharusnya Minah tidak perlu khawatir dengan penyakit “jatuh cinta” Hyeri. Ia bisa jatuh cinta berkali-kali tanpa mengalami rasa sakit. Sebenarnya ia iri, karena ia terlalu takut mencintai karena resiko patah hati. 

Minah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Ia begitu bodoh mengkhawatirkan Hyeri sepanjang malam, ternyata ia mengkhawatirkan seseorang yang sedang jatuh cinta. 

Tapi ia tersenyum melihat Hyeri begitu bahagia. 

“Itu buku harian baru?” Minah menunjuk buku harian yang masih di sampul plastik. 

“iya, aku membelinya saat perjalanan ke sekolah. Lihat, cover ini. aku memilih London karena laki-laki itu pindahan dari London.” Hyeri menunjukan gambar jam yang menjadi lambang negara kerajaan tersebut. 

Minah tidak habis pikir. Sekali lagi tidak habis pikir. 

Hyeri mengeluarkan kertas ulangan yang bertuliskan nama Daniel Wu. Dan menempelkannya di lembar pertama harian barunya. 

Kali ini Minah tidak protes dan bertanya bagaimana Hyeri mendapatkannya. Melihat Hyeri kesusahan saat melepaskan lem yang lengket di tangannya, Minah berkata “Kau butuh bantuan?”

Betapa bahagianya Hyeri, saat Minah tidak memarahi lagi hobi anehnya. Wajahnya berlipat-lipat lebih ceria dan berseri sepanjang hari. Rasanya Hyeri tidak akan berhenti tersenyum hari ini. 

Bagaimana tidak, perasaan bahagia yang ia dapatkan ketika mencintai seorang laki-laki kini mendapat dukungan dari sahabatnya. 

Ia tidak pernah takut untuk mencintai, karena ia yakin bahwa akan ada orang yang menopangnya saat ia jatuh nanti. 

Dan Minah adalah orangnya. 

You Might Also Like

0 comments

Kami selalu terbuka untuk segala kritik dan saran dari para Sahabat Buku sekalian, silahkan mengisi kolom komentar untuk menumpahkannya. Terima kasih.

Like us on Facebook